Rabu, 26 Maret 2014

Konsepsi Ilmu Budaya Dasar Dalam Kesusastraan



Oh Ternyata

Saat liburan panjang tiba, Rina salah satu anak dari bapak Dedy memutuskan untuk berlibur di rumah. Sedangkan seluruh anggota keluarganya pergi berlibur ke Puncak. Selama liburannya di rumah, Rina mengisi waktu liburannnya dengan menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang belum selesai. Karena Ia sangat bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaannya, Ia tidak sadar bahwa hari telah larut malam.

Dimalam itu, hujan turun sangat lebat. Listrik pun tiba-tiba padam sehingga Rina terpaksa menunda pekerjaannya tersebut. Rina sangatlah merasa ketakutan saat itu, karena keadaan kamarnya sangathlah gelap dan Ia pun hanya seorang diri di rumah. Benda-benda yang tertiup angin mulai mengeluarkan suara-suara karena tiupan angin itu, serta suara gemuruh petir pun mulai terdengar jelas dan menakutkan. Diantara suara-suara tersebut, terdengarlah salah satu suara yang tak kunjung hilang. Semakin angin bertiup kencang, suara yang tidak diketahui itu pun semakin terdengar jelas.  Rina sangatlah merasa penasaran sekaligus takut  terhadapat suara tersebut. Ia sangat ingin mengtehui bahkan menghampiri sumber suara itu. Namun, karena keadaan sekitar yang sangat gelap maka Ia pun tidak memiliki keberanian untuk beranjak dari kamarnya. Namun semakin lama suara itu membuat Rina menjadi risih dan merasa semakin ketakutan. Tanpa fikir panjang, Rina bergegas menghubungi keluarganya yang sedang berlibur di Puncak agar segera pulang pada malam itu.

Setelah menerima telephone dari Rina, keluarganya pun merasa khawatir dan segera melakukan perjalanan pulang pada malam itu meskipun hujan turun lebat. Sesampainya di depan pintu gerbang, sang Ayah membunyikan klakson mobilnya agar Rina keluar dan membukakan pintu gerbangnya. Setelah beberapa saat klakson dibunyikan, Rina tak kunjung keluar dari dalam rumah. Ayah pun mencoba untuk menghubunginya, dalam pembicaraannya yang singkat Rina mngatakan bahwa Ia tidak berani keluar Karena disekitarnya sangatlah gelap. Ujar Rina dengan suara ketakutannya.

Ayah Rina pun buingung karena Ia tidak membawa kunci cadangan untuk dapat masuk ke dalam rumah. Ditengah kebingungannya itu, Ibu Rina memberitahukan secara lantang dan ceria, “Taraaaaaaaa,,,,,,,,, ternyata ibu membawa kunci cadangan Yah.” Kita bias masuk!!!! Ujar sang Ibu dengan wajah senang.

Ayah Rina pun segera mengambil kunci tersebut dan membuka pintu gerbangnya. Saat itu Ayah sangatlah tergesa-gesa  karena begitu khawatir dengan keadaan Rina di dalam rumah. Sesampainya di dalam rumah, listrik seketika hidup kembali, Rina segera memanggil Ayahnya dengan teriakannya yang lantang serta senang.

“Ayaaaaaaaaahhh,,,,,, tunggu sebentar.” Rina segera keluar dari kamarnya.

Setelah pintu rumahnya terbuka, Rina langsung menghampiri dan memeluk Ibunya dengan ekspresi yang masih ketakutan. Ibu Rina pun bertanya kepadanya.


“Kamu kenapa nak…? Seperti dikejar-kejar hantu saja.”
“Itu bu, dengerin deh suara itu. Rina takut bu.”Jawab Rina.

Ibu, Ayah kakak dan adiknya pun sontak ikut mendengar suara yang dimakssud oleh Rina. Karena penasaran, Ibu meminta tolong kepada Ayah untuk mencari tahu suara apa yang mereka dengar. Setelah beberapa menit, terdengar suara Ayah yang memanggil-manggil Ibu.

“By,,,,Ibu….cepat kesini. Ayah tau suara apa yang tadi kita dengar.”
“Iya Yah,,,,,”Jawab Ibu sambil menghampiri Ayah.”
“Ini bu yang menimbulkan suara yang tidak jelas.” Ayah memberitahu sambil tertawa terbahak-bahak.
“Loh ko Ayah ketawa?”Ujar ibu dengan rasa bingung melihat ayah yang tertawa seperti itu.
"Jelas Ayah tertawa bu, ternyata bunyi aneh itu berasal dari ranting-ranting pohon yang menggores kaa jendela kamar Rina.”
“Ohh ternyata bunyi itu.”Hahahahaah . Jawab Ibu sambil tertawa pula.

Kakak, adik dan Rina menghampiri Ibu dan Ayahnya karena mereka masih merasa heran atas sikap Ayah dan Ibunya yang telah mengetahui bunyi tersebut yang justru malah tertawa.

“Ayah, Ibu…. Apa yang diketawain?” Tanya Rina.
“Ini dia Rina, ternyata yang kamu takuti hanyalah ranting pohon yang menggores kaca jendela kamarmu.”Jawab Ibu
“Hahahahaha ternyata dia takut sama ranting pohon.” Ujar sang adik dan kakak.
“Yahhhh… aku kan ga tau yah, bu.” Jawab Rina dengan ekspresi malu dan salah tingkah.

Setelah mengetahui suara tersebut, mereka sekeluarga kembali masuk ke dalam rumah sambil tertawa geli.









Rabu, 19 Maret 2014

Manusia dan Kebudayaan



Saya berasal dari daerah sunda tepatnya Cirebon, Jawa Barat. Yang saya ketahui tentang daerah sunda yaitu daerah tersebut memiliki begitu banyak kebudayaan yang masih  dilestarikan hingga saat ini, salah satunya keluarga saya yang masih melestarikan tradisi tersebut.

Tradisi yang masih dilestarikan oleh keluarga saya hingga saat ini salah satunya yaitu tradisi saat pernikahan. Jika salah seorang dari sanak keluarga saya akan melangsungkan pernikahan, biasanya banyak hal-hal yang dilakukan yaitu kedua calon pengantin harus dipingit (tidak boleh bertemu) kurang lebih selama satu minggu, tidak boleh bepergian apabila sudah mendekati hari pernikahan tujuannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, selain itu apabila sudah sampai pada H-1 pernikahan keluarga saya mengadakan pengajian barulah esok harinya melangsungkan ijab kobul. Saat pernikahan berlangsung adat yang digunakan sudah pasti memiliki unsur tradisi sunda dan adapun yang menggunakan dua adat sekaligus jika kedua pengatin berasal dari daerah yang berbeda seperti sunda dan jawa maka otomatis adat pernikahan tersebut menggunakan adat sunda dan adat jawa. Dalam adat pernikahan sunda ada acara injak telur, sungkeman terhadap kedua orang tua dan mertua, serta saweran (membagikan uang dengan cara dilempar).
Injak Telur

saweran
Sungkeman










Selain tradisi dalam pernikahan, keluarga saya pun masih menjalani tradisi tujuh bulanan. Tradisi ini dilakukan karena adanya sanak saudara atau dari keluarga kita sendiri yang sedang hamil dan usia kandungannya telah menginjak tujuh bulan. Acara ini diisi dengan pengajian, siraman yaitu orang yang tengah hamil dimandikan dengan air kembang tujuh rupa dan yang tak ketinggalan, setiap acara tujuh bulanan ini sangat identik dengan yang namanya rujak tujuh bulanan. Rujak tersebut berisikan berbagai jenis buah-buahan mulai dari anggur, nangka, jambu, pepaya dll. Rujak tersebut dibuat dengan cara diserut dan dicampur dengan rebusan air gula merah. Acara tujuh bulanan ini sangatlah berkesan karena selain mengadakan acara tersebut kita pun dapat bersilaturaahmi karena semua berkumpul. 
Siraman

Acara lainnya yang masih dilakukan oleh keluarga saya yaitu acara muludan. Acara ini dilakukan pada bulan mulud dimana bulan kelahirannya Nabi Muhammad SAW. Sehingga acara tersebut memiliki tujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Acara ini dilakukan setahun sekali, dan keluarga saya pun hingga saat ini belum pernah absen untuk memperingatinya. Biasanya keluarga saya mengadakan acara ini dirumah, diisi dengan pengajian-pengajian dan kumpul dengan sanak saudara. Acara ini pun sekaligus dapat digabungkan dengan acara aqiqah, adapun makna aqiqah secara syari’atnya adalah  hewan yang disembelih untuk menebus bayi bayi yang dilahirkan. Dan jika acara telah selesai dan tamu berpamitan untuk pulang, biasanya para tamu tersebut dibingkisi sebuah bungkusan makanan atau yang sering disebut nasi berkat. Namun acara aqiqah ini lebih condong ke sisi agama dibandingkan ke sisi budayanya.
Tradisi yang lainnya yaitu tradisi sunatan, tradisi ini ditunjukkan untuk anak-anak pria. Biasanya anak yang akan disunat akan di make-up seperti seorang dalang atau semacamnya. Kemudian, disamping itu acara sunatan dimeriahkan dengan saweran serta sisingaan. Sisingaan disini artinya adalah permainan yang terbuat dari bambu atau semacamnya yang dibentuk seperti singa dan dimainkan dengan cara mempobong/mengangkat bambu tersebut. Permainan ini dapat dilakukan oleh empat orang yang membopong dan satu orang yang menaiki sisingaan tersebut, dan yang menaiki sisingaan tersebut adalah anak yang akan disunat.
Sisingaan

Dan acara atau tradisi yang paling saya tunggu-tunggu dalam setahun  yaitu tradisi mudik/pulang kampung untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Tradisi ini dilakukan setahun dalam sekali, dimana suasana  ini adalah suasana yang sangat cocok untuk melakukan silaturahmi sekaligus saling  bermaafan dengan sanak saudara yang telah lama tidak bertemu. Karena nenek saya memiliki 9 anak dan sebagian merantau ke Jakarta yang salah satunya orang tua saya sehingga tidaklah sering dari kesembilan anaknya itu berkumpul di kampong halaman. Maka suasana Idul Fitrilah yang paling cocok untuk berkumpul karena dari kedelapan bibi dan om saya diwajibkan untuk dapat berkumpul di kampung halaman saat Idul Fitri tiba. Dan biasanya, saya dan kedua orang tua saya akan melakukan perjalanan saat H-1 hari raya Idul Fitri.

Ketika telah sampai di kampung halaman, sontaklah sanak saudara beriringan menyambut dengan suka cita dan dimalam harinya kami bertakbir bersama sambil menyalakan kembang api. Dan saat hari raya Idul Fitri tiba, kegiatan awal yang dilakukan yaitu sholat subuh berjamaah setelah itu menunggu waktunya sholat Ied. Selesai sholat ied, keluarga saya mengadakan pengajian pendek, maksudnya adalah untuk mengucap rasa syukur dan bahagia atas segalanya. Setelah pengajian tersebut selesai, kami semua mengadakan acara sungkeman. Dimana kita saling meminta maaf kepada orang paling tua yaitu mulai dari sungkeman ke kakek nenek, orang tua, bibi, paman dan barulah sepupu-sepupu. Selanjutnya, acara yang dilakukan yaitu makan bersama dengan menu makanan yang sangat khas di hari raya Idul fitri yaitu ketupat dilengkapi dengan sayur opor dan kentang goreng.  Dan biasanya, kami mengadakan bagi-bagi THR, dimana THR tersebut dibagikan oleh orang yang sudah mempunyai penghasilan dan diberikan kepada saudara-saudara yang masih bersekolah/belum berpenghasilan, namun acara ini tidak diwajibkan seluruh anggota dari keluarga saya melakukannya cukup bagi orang yang memiliki rezeki lebih saja agar semua turut merasakan kesenangan bersama. Selanjutnya, setelah itu kami silaturahmi kepada tetangga-tetangga dengan mendatang rumahnya satu per satu.

Itulah beebrapa tradisi yang masih melekat dikeluarga saya hingga saat ini. Tradisi-tradisi tersebut dilakukan dengan penuh rasa suka cita. Sehingga dari keluarga saya tidak merasa bosan atau bahkan keberatan untuk menjalani dan melestarikan budaya tradisi daerah sunda.