Saya
berasal dari daerah sunda tepatnya
Cirebon, Jawa Barat. Yang saya ketahui tentang daerah
sunda yaitu daerah tersebut memiliki begitu
banyak kebudayaan yang
masih dilestarikan
hingga saat ini, salah satunya keluarga saya yang masih melestarikan tradisi
tersebut.
Tradisi
yang masih dilestarikan oleh keluarga saya hingga saat ini salah satunya yaitu
tradisi saat pernikahan. Jika salah
seorang dari sanak keluarga saya akan melangsungkan pernikahan, biasanya banyak
hal-hal yang dilakukan yaitu kedua calon pengantin harus dipingit (tidak boleh
bertemu) kurang lebih selama satu minggu, tidak boleh bepergian apabila sudah
mendekati hari pernikahan tujuannya untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, selain itu apabila sudah sampai pada H-1 pernikahan keluarga saya
mengadakan pengajian barulah esok harinya melangsungkan ijab kobul. Saat
pernikahan berlangsung adat yang digunakan sudah pasti memiliki unsur tradisi sunda
dan adapun yang menggunakan dua adat sekaligus jika kedua pengatin berasal dari
daerah yang berbeda seperti sunda
dan jawa maka otomatis adat pernikahan tersebut menggunakan adat sunda dan adat
jawa. Dalam adat pernikahan sunda ada acara injak telur, sungkeman terhadap
kedua orang tua dan mertua, serta saweran (membagikan uang dengan cara
dilempar).
![]() |
Injak Telur |
![]() |
saweran |
![]() |
Sungkeman |
Selain
tradisi dalam pernikahan, keluarga saya pun masih menjalani tradisi tujuh
bulanan. Tradisi ini dilakukan karena adanya sanak saudara atau dari keluarga
kita sendiri yang sedang hamil dan usia kandungannya telah menginjak tujuh
bulan. Acara ini diisi dengan pengajian, siraman yaitu orang yang tengah hamil
dimandikan dengan air kembang tujuh rupa dan yang tak ketinggalan, setiap acara
tujuh bulanan ini sangat identik dengan yang namanya rujak tujuh bulanan. Rujak
tersebut berisikan berbagai jenis buah-buahan mulai dari anggur, nangka, jambu,
pepaya dll. Rujak tersebut dibuat dengan cara diserut dan dicampur dengan
rebusan air gula merah. Acara tujuh bulanan ini sangatlah berkesan karena
selain mengadakan acara tersebut kita pun dapat bersilaturaahmi karena semua
berkumpul.
Acara
lainnya yang masih dilakukan oleh keluarga saya yaitu acara muludan. Acara ini
dilakukan pada bulan mulud dimana bulan kelahirannya Nabi Muhammad SAW. Sehingga
acara tersebut memiliki tujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Acara ini dilakukan setahun sekali, dan keluarga saya pun hingga saat ini belum
pernah absen untuk memperingatinya. Biasanya keluarga saya mengadakan acara ini
dirumah, diisi dengan pengajian-pengajian dan kumpul dengan sanak saudara.
Acara ini pun sekaligus dapat digabungkan dengan acara aqiqah, adapun makna aqiqah secara syari’atnya
adalah hewan yang disembelih untuk
menebus bayi bayi yang dilahirkan. Dan jika acara telah selesai dan
tamu berpamitan untuk pulang, biasanya para tamu tersebut dibingkisi sebuah
bungkusan makanan atau yang sering disebut nasi berkat. Namun acara aqiqah ini
lebih condong ke sisi agama dibandingkan ke sisi budayanya.
Tradisi
yang lainnya yaitu tradisi sunatan, tradisi ini ditunjukkan untuk anak-anak
pria. Biasanya anak yang akan disunat akan di make-up seperti seorang dalang
atau semacamnya. Kemudian, disamping itu acara sunatan dimeriahkan dengan
saweran serta sisingaan. Sisingaan disini artinya adalah permainan yang terbuat
dari bambu atau semacamnya yang dibentuk seperti singa dan dimainkan dengan
cara mempobong/mengangkat bambu tersebut. Permainan ini dapat dilakukan oleh empat
orang yang membopong dan satu orang yang menaiki sisingaan tersebut, dan yang
menaiki sisingaan tersebut
adalah anak yang akan disunat.
Dan
acara atau tradisi yang paling saya tunggu-tunggu dalam setahun yaitu tradisi mudik/pulang kampung untuk
merayakan hari raya Idul Fitri. Tradisi ini dilakukan setahun dalam sekali,
dimana suasana ini adalah suasana yang
sangat cocok untuk melakukan silaturahmi sekaligus saling bermaafan dengan sanak saudara yang telah
lama tidak bertemu. Karena nenek saya memiliki 9 anak dan sebagian merantau ke Jakarta yang salah satunya orang tua
saya sehingga tidaklah sering dari kesembilan anaknya itu berkumpul di kampong halaman.
Maka suasana Idul Fitrilah yang paling cocok untuk berkumpul karena dari
kedelapan bibi dan om saya diwajibkan untuk dapat berkumpul di kampung halaman saat Idul Fitri tiba.
Dan biasanya, saya dan kedua orang tua saya akan melakukan perjalanan saat H-1
hari raya Idul Fitri.
Ketika
telah sampai di kampung halaman,
sontaklah
sanak saudara beriringan menyambut dengan suka cita dan dimalam harinya kami
bertakbir bersama sambil menyalakan kembang api. Dan saat hari raya Idul Fitri
tiba, kegiatan awal yang dilakukan yaitu sholat subuh berjamaah setelah itu
menunggu waktunya sholat Ied. Selesai sholat ied, keluarga saya mengadakan
pengajian pendek, maksudnya adalah untuk mengucap rasa syukur dan bahagia atas
segalanya. Setelah pengajian tersebut selesai, kami semua mengadakan acara
sungkeman. Dimana kita saling meminta maaf kepada orang paling tua yaitu mulai
dari sungkeman ke kakek nenek, orang tua, bibi, paman dan barulah
sepupu-sepupu. Selanjutnya, acara yang dilakukan yaitu makan bersama dengan
menu makanan yang sangat khas di hari raya Idul fitri yaitu ketupat dilengkapi
dengan sayur opor dan kentang goreng. Dan
biasanya, kami mengadakan bagi-bagi
THR, dimana THR tersebut dibagikan oleh orang yang sudah mempunyai penghasilan
dan diberikan kepada saudara-saudara yang masih bersekolah/belum
berpenghasilan, namun acara ini tidak diwajibkan seluruh anggota dari keluarga
saya melakukannya cukup bagi orang yang memiliki rezeki lebih saja agar semua
turut merasakan kesenangan bersama. Selanjutnya, setelah
itu kami silaturahmi kepada tetangga-tetangga dengan mendatang rumahnya satu
per satu.
Itulah
beebrapa tradisi yang masih melekat dikeluarga saya hingga saat ini.
Tradisi-tradisi tersebut dilakukan dengan penuh rasa suka cita. Sehingga dari
keluarga saya tidak merasa bosan atau bahkan keberatan untuk menjalani dan
melestarikan budaya tradisi daerah sunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar