Rabu, 19 Maret 2014

Manusia dan Kebudayaan



Saya berasal dari daerah sunda tepatnya Cirebon, Jawa Barat. Yang saya ketahui tentang daerah sunda yaitu daerah tersebut memiliki begitu banyak kebudayaan yang masih  dilestarikan hingga saat ini, salah satunya keluarga saya yang masih melestarikan tradisi tersebut.

Tradisi yang masih dilestarikan oleh keluarga saya hingga saat ini salah satunya yaitu tradisi saat pernikahan. Jika salah seorang dari sanak keluarga saya akan melangsungkan pernikahan, biasanya banyak hal-hal yang dilakukan yaitu kedua calon pengantin harus dipingit (tidak boleh bertemu) kurang lebih selama satu minggu, tidak boleh bepergian apabila sudah mendekati hari pernikahan tujuannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, selain itu apabila sudah sampai pada H-1 pernikahan keluarga saya mengadakan pengajian barulah esok harinya melangsungkan ijab kobul. Saat pernikahan berlangsung adat yang digunakan sudah pasti memiliki unsur tradisi sunda dan adapun yang menggunakan dua adat sekaligus jika kedua pengatin berasal dari daerah yang berbeda seperti sunda dan jawa maka otomatis adat pernikahan tersebut menggunakan adat sunda dan adat jawa. Dalam adat pernikahan sunda ada acara injak telur, sungkeman terhadap kedua orang tua dan mertua, serta saweran (membagikan uang dengan cara dilempar).
Injak Telur

saweran
Sungkeman










Selain tradisi dalam pernikahan, keluarga saya pun masih menjalani tradisi tujuh bulanan. Tradisi ini dilakukan karena adanya sanak saudara atau dari keluarga kita sendiri yang sedang hamil dan usia kandungannya telah menginjak tujuh bulan. Acara ini diisi dengan pengajian, siraman yaitu orang yang tengah hamil dimandikan dengan air kembang tujuh rupa dan yang tak ketinggalan, setiap acara tujuh bulanan ini sangat identik dengan yang namanya rujak tujuh bulanan. Rujak tersebut berisikan berbagai jenis buah-buahan mulai dari anggur, nangka, jambu, pepaya dll. Rujak tersebut dibuat dengan cara diserut dan dicampur dengan rebusan air gula merah. Acara tujuh bulanan ini sangatlah berkesan karena selain mengadakan acara tersebut kita pun dapat bersilaturaahmi karena semua berkumpul. 
Siraman

Acara lainnya yang masih dilakukan oleh keluarga saya yaitu acara muludan. Acara ini dilakukan pada bulan mulud dimana bulan kelahirannya Nabi Muhammad SAW. Sehingga acara tersebut memiliki tujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Acara ini dilakukan setahun sekali, dan keluarga saya pun hingga saat ini belum pernah absen untuk memperingatinya. Biasanya keluarga saya mengadakan acara ini dirumah, diisi dengan pengajian-pengajian dan kumpul dengan sanak saudara. Acara ini pun sekaligus dapat digabungkan dengan acara aqiqah, adapun makna aqiqah secara syari’atnya adalah  hewan yang disembelih untuk menebus bayi bayi yang dilahirkan. Dan jika acara telah selesai dan tamu berpamitan untuk pulang, biasanya para tamu tersebut dibingkisi sebuah bungkusan makanan atau yang sering disebut nasi berkat. Namun acara aqiqah ini lebih condong ke sisi agama dibandingkan ke sisi budayanya.
Tradisi yang lainnya yaitu tradisi sunatan, tradisi ini ditunjukkan untuk anak-anak pria. Biasanya anak yang akan disunat akan di make-up seperti seorang dalang atau semacamnya. Kemudian, disamping itu acara sunatan dimeriahkan dengan saweran serta sisingaan. Sisingaan disini artinya adalah permainan yang terbuat dari bambu atau semacamnya yang dibentuk seperti singa dan dimainkan dengan cara mempobong/mengangkat bambu tersebut. Permainan ini dapat dilakukan oleh empat orang yang membopong dan satu orang yang menaiki sisingaan tersebut, dan yang menaiki sisingaan tersebut adalah anak yang akan disunat.
Sisingaan

Dan acara atau tradisi yang paling saya tunggu-tunggu dalam setahun  yaitu tradisi mudik/pulang kampung untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Tradisi ini dilakukan setahun dalam sekali, dimana suasana  ini adalah suasana yang sangat cocok untuk melakukan silaturahmi sekaligus saling  bermaafan dengan sanak saudara yang telah lama tidak bertemu. Karena nenek saya memiliki 9 anak dan sebagian merantau ke Jakarta yang salah satunya orang tua saya sehingga tidaklah sering dari kesembilan anaknya itu berkumpul di kampong halaman. Maka suasana Idul Fitrilah yang paling cocok untuk berkumpul karena dari kedelapan bibi dan om saya diwajibkan untuk dapat berkumpul di kampung halaman saat Idul Fitri tiba. Dan biasanya, saya dan kedua orang tua saya akan melakukan perjalanan saat H-1 hari raya Idul Fitri.

Ketika telah sampai di kampung halaman, sontaklah sanak saudara beriringan menyambut dengan suka cita dan dimalam harinya kami bertakbir bersama sambil menyalakan kembang api. Dan saat hari raya Idul Fitri tiba, kegiatan awal yang dilakukan yaitu sholat subuh berjamaah setelah itu menunggu waktunya sholat Ied. Selesai sholat ied, keluarga saya mengadakan pengajian pendek, maksudnya adalah untuk mengucap rasa syukur dan bahagia atas segalanya. Setelah pengajian tersebut selesai, kami semua mengadakan acara sungkeman. Dimana kita saling meminta maaf kepada orang paling tua yaitu mulai dari sungkeman ke kakek nenek, orang tua, bibi, paman dan barulah sepupu-sepupu. Selanjutnya, acara yang dilakukan yaitu makan bersama dengan menu makanan yang sangat khas di hari raya Idul fitri yaitu ketupat dilengkapi dengan sayur opor dan kentang goreng.  Dan biasanya, kami mengadakan bagi-bagi THR, dimana THR tersebut dibagikan oleh orang yang sudah mempunyai penghasilan dan diberikan kepada saudara-saudara yang masih bersekolah/belum berpenghasilan, namun acara ini tidak diwajibkan seluruh anggota dari keluarga saya melakukannya cukup bagi orang yang memiliki rezeki lebih saja agar semua turut merasakan kesenangan bersama. Selanjutnya, setelah itu kami silaturahmi kepada tetangga-tetangga dengan mendatang rumahnya satu per satu.

Itulah beebrapa tradisi yang masih melekat dikeluarga saya hingga saat ini. Tradisi-tradisi tersebut dilakukan dengan penuh rasa suka cita. Sehingga dari keluarga saya tidak merasa bosan atau bahkan keberatan untuk menjalani dan melestarikan budaya tradisi daerah sunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar